![]() |
Gambar : Pulau Larilarian, Kota Baru, Kal-Sel |
Lepasnya Pulau
Larilarian dari wilayah administrasi Kotabaru, Kalsel, berdasarkan Permendagri
No 43 Tahun 2011 yang disahkan tanggal 7 Oktober yang lalu di Jakarta tentu
saja memunculkan gejolak dan mengejutkan berbagai kalangan. Betapa tidak,
karena keputusan tersebut mengatakan pulau Lari-Larian resmi menjadi milik
Sulbar dengan nama pulau Lereklerekan. Hal ini telah memancing suara-suara
sumbang yang menyudutkan pemerintah dan pihak-pihak yang terkait lainnya. Dapat
dipahami munculnya kekecewaan di tengah-tengah masyarakat, hal ini sebagai
cermin rasa cinta dan kepedulian terhadap tanah air.
Ada hal yang
menggelitik dari peristiwa ini, mengapa kita kalah begitu telak, padahal dasar-dasar hukum, peta dan bukti-bukti lain
yang disiapkan oleh kedua pihak relatif berimbang. Hal ini bisa saja karena
lemahnya kita dalam berdiplomasi dan lemahnya dukungan kekuatan nasional yang
kredibel. Sedangkan, pendekatan kesejahteraan masyarakat, adalah dengan
menghadirkan/memberdayakan komponen daerah lainnya untuk membangun wilayah
perbatasan, terutama infrastruktur pendidikan, kesehatan dan prasana lainnya.
Namun, jika kita bercermin pada sejarah pengalaman masa lalu membuktikan bahwa
keberhasilan Irian Barat kembali ke pangkuan ibu pertiwi, karena keberhasilan
diplomasi pemerintahan presiden Soekarno yang didukung oleh kekuatan nasional
yang tangguh.
Tidak patut lagi
kekalahan ini harus diratapi, yang terpenting bagaimana kita mengambil
pelajaran untuk ke depan jangan sampai kecolongan lagi untuk kedua kalinya dan
untuk menyikapi permasalahan tersebut, maka pemerintah perlu serius dalam
melakukan pendekatan, baik yang bersifat militer maupun non militer guna
mempertahankan integritas wilayah Kalimantan Selatan. Pendekatan militer
dilakukan melalui peningkatkan kemampuan personel aparat keamanan yang bertugas
di wilayah perbatasan dengan membentuk satuan baru/penambahan pos-pos keamanan
serta penambahan dukungan alutsista bagi kelancaran tugasnya serta
intensifikasi pelaksanaan patroli pengamanan. Sedangkan pendekatan non-militer
dilakukan melalui diplomasi dan pembangunan kesejahteraan masyarakat
perbatasan.
Pendekatan
jalur diplomasi sebagai instrumen politik luar daerah dilakukan dalam rangka
memperjuangkan kepentingan wilayah guna menyelesaikan masalah sengketa
perbatasan secara tuntas. Dalam bidang diplomasi ini tentunya harus didukung
oleh kekuatan yang tangguh baik bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan
militer.
Selain itu, upaya diplomasi juga perlu
dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat di wilayah perbatasan,
dengan menghadirkan/memberdayakan komponen bangsa lainnya untuk membangun
wilayah perbatasan, terutama infrastruktur pendidikan, kesehatan dan prasarana
lainnya. Sebagai warga masyarakat, kita hanya bisa berharap kepada pemerintah
dan semua pihak untuk terus mengupayakan proses penyelesaian masalah batas wilayah
melalui diplomasi, dengan dukungan bargaining position yang kuat, terutama
bidang militer/pertahanan serta pengelolaan dan pembangunan wilayah perbatasan
secara maksimal, sehingga konflik perbatasan dapat dihindari.
(Sumber : Sri Maulida Khairiyah & Khusnul Khatimah/Tim 3 Magang LPM SUKMA)
Comments :
0 komentar to “Mahasiswa IAIN Kritisi Lepasnya Pulau Larilarian dari Wilayah Kal-Sel”
Posting Komentar
Berikan Kritik dan Saran Kalian -
dengan Mengisi Kotak Komentar di Bawah ini !!