Rabu, 09 Februari 2011

Valentine Bau Bunga Kamboja


Cerpen

TETES hujan masih terdengar ketika aku terbangun dari tidur. Ku tatap jam dinding kamar, dua jam sudah aku tertidur sejak hujan pertama kali mengguyur kota ini. Beruntung, tak ada jadwal kuliah dan aku bisa diam santai saja di kost. Sepi. Sepertinya, hanya aku sendiri di kost ini. Cuma suara televisi yang menyala sedari aku belum tidur.
“Makasih yah buat kado valentinenya,” cetus kalimat dari sebuah acara televisi. Agak terkejut. Dari layar cembung itu pandangan ku sasar alihkan menuju remote. Turn off.  

Yeah, aku benci hari valentine. Sampai kapanpun aku akan tetap membencinya. Orang boleh berkoar-koar valentine sebagai hari kasih sayang. Namun bagiku, valentine adalah hari konyol dengan tujuan yang tidak wajar.
Seorang sahabat pernah mengisi hari-hari pertama dalam hidupku. Namanya Lusy. Sedari kecil kami sudah bersama. Tapi sayang, gadis periang, baik dan pandai itu telah pergi.
Sehari sebelum tragedi itu. Kami berdebat perihal hari valentine.
“Sy, kok mau-maunya ngerayain valentine. Jelas-jelas itu cuma peringatan hari kematian seorang pastor bernama Valentinus. Kita kenal engga, konyol sekali merayakan hari kematiannya,” cecarku setengah serius setengah bercanda pada Lusy. Aku sendiri tidak mengerti betul dengan valentine itu apa.
“Rhie, please, apa pun sejarahnya, yang pasti aku mau ikutin ajakan cowokku. Lagian, semua orang menganggap ini hari kasih sayang, bukan peringatan kematian si pastor itu,” bantah Lusy yang sedang dimabuk asmara.
“Tapi, pemilihan tanggal 14 Februari sebagai hari peringatan kasih sayang itu kan karena kematian si Valentinus yang fenomenal itu. Apa gak ada tanggal lain ?! Sudah hari kematian, orangnya kita gak kenal pula,” lawanku sengit.  
“Iya Rhie. Entah siapa yang memulai ini. Entah siapa yang mesti disalahkan,”
“Yang pasti itu orang banyak nanggung dosa! Bikin manusia-manusia di Bumi ngerayain hal yang sia-sia. Ditambah lagi, kita ini muslim, masak ngerayain kematian seorang non muslim,” aku belum berhenti.
“Ya ampun, sudahlah Rhie! Pokoknya, aku sudah terlanjur janji sama dia. Gak enak tiba-tiba dibatalin. Gakpapa yah besok aku pergi....” tatap Lusy memelas. Aku tidak mengerti. Aku kehabisan bantahan.
“Baiklah Sy, aku juga tidak berani larang-larang kamu. Secara aku pun tidak tahu banyak soal Valentine. Tahunya sebatas itu saja, denger-denger perkataan orang pula,” aku menutup pembicaraan.
Dan siapa sangka, itu adalah perdebatan terakhirku dengan Lusy.
Besoknya, 14 Februari, kupilihkan baju yang pas untuk Lusy pergi bersama cowoknya merayakan Valentine. Namun, satu jam setelah itu, malah kabar pahit yang kudengar. Lusy pergi. Mati konyol. Di jalan raya. Berlumuran darah bersama pacarnya.
Dunia seakan berputar. Aku kehilangan sahabat terbaikku untuk selamanya. Meski kejadian itu berlalu dua tahun silam, mengingatnya tetap saja selalu membuat mataku basah. Aku diam. Habis kata-kata untuk mengutuki 14 Februari. []

Masukkan E-Mail Kamu


Comments :

0 komentar to “Valentine Bau Bunga Kamboja”


Posting Komentar

Berikan Kritik dan Saran Kalian -
dengan Mengisi Kotak Komentar di Bawah ini !!